Tulisan Ku
Negeri yang Tak Punya Kesalahan
Saya berdiri di sini, di negeri tempat keberhasilan personal diakui
sebagai keberhasilan kolektif organisasi tetapi tidak berlaku terbalik.
Ini adalah negeri di mana, setiap kesalahan personal tidak pernah
dipandang sebagai kesalahan institusi. Kita menyebutnya oknum. Misalkan
seorang hakim tidak adil dalam memutuskan sebuah perkara dan
ketidakadilannya itu kemudian terbukti sebagai kesalahan, maka institusi
tempat dia bernaung hanya akan menjawab: Tidak semua hakim demikian.
Itu adalah kesalahan oknum!
Ya, negeri ini tidak membuka ruang ‘kerendahan hati’ untuk mengakui
bahwa sebuah kesalahan yang dilakukan oleh seseorang sangat mungkin
terjadi karena pembinaan institusi yang tidak cukup baik. Dalam konteks
hakim dan keputusannya yang salah; bukankah sangat mungkin terjadi
karena si hakim tidak mendapatkan pembinaan atau penyegaran yang cukup
tentang bagaimana menjadi hakim yang baik?
Mari melihat situasi lain; ketika seorang siswa berhasil menjadi
juara nasional, maka sekolahnya akan dengan jumawa mengakuinya sebagai
bukti keberhasilan sekolah dalam mendidiknya. Si anak bahkan akan
dipakai sebagai materi promosi sekolah
Dan saya sudah lama berdiri di sini, di sebuah negeri yang kesalahan
terlempar ke mana-mana tanpa ada yang punya kesediaan untukmengakuinya
sebagai kesalahan kolektif. Kita mengenalnya saat ini sebagai kambing
hitam.
Sejarah menuturkan, ada dua ekor kambing jantan yang sangat mirip.
Keduanya dibawa ke halaman Bait Suci di Yerusalem pada hari Yom Kippur
sebagai bagian dari Ibadat Suci pada hari itu. Imam Agung kemudian
melemparkan undian atas kedua kambing itu. Salah seekor kambing
dipersembahkan sebagai korban bakaran. Yang kedua adalah kambing hitam.
Imam Agung meletakkan tangannya pada kepala kambing itu dan mengakui
dosa-dosa bangsa Israel. Kambing hitam itu kemudian dibawa pergi dan
dilepaskan di padang gurun bersama dosa-dosa manusia.
Betapa sial menjadi kambing, dan lebih sial lagi karena di negeri
tempat saya berdiri, kambing-kambing terlihat dalam rupa manusia. Maka
demikianlah. Dengan mudah seorang pemimpin meletakan tangannya di atas
kepala seorang anak buahnya dan dan memintanya membawa dosa kolektif itu ke dalam penjara.
Kemarin, di Ruteng beberapa orang PNS golongan rendah sedang menunggu
keputusan pengadilan atas dugaan korupsi di institusi mereka. Secara
kasat mata, sangat jelas terlihat bahwa Kepala Dinas dan beberapa orang
penting di atas mereka -para PNS kecil ini- juga terlibat dalam
penyalahgunaan keuangan negara pada proyek tersebut secara
administratif. Namun, negeri ini punya pasal-pasal kompromi dan dinas
itu tetap ‘bernama baik’ karena yang salah adalah oknum.
Negeri saya semakin menarik beberapa pekan terakhir. Sebuah institusi
elit bernama pasukan khusus menembak empat orang tahanan di penjara,
sesuatu yang harusnya dipandang sebagai aksi anarki karena menyerang
fasilitas negara, tetapi dengan mudah dibalik menjadi aksi yang membela
kehormatan korps. Karenanya, tidak ada seorangpun yang meminta maaf atas
kesalahan itu, apalagi para pemimpin mereka. Kambing hitamnya bukan
lagi yang menembak tetapi yang dibunuh. Empat orang tahanan itu (harus)
dibunuh karena telah berkelahi dengan anggota pasukan khusus dan
membunuhnya. Jangan membunuh kalau tak ingin mati; kira-kira demikian.
Luar biasa.
Cara membaca kita telah menjadi begitu mudah bergeser, dan sebagai
pelengkap kita disuguhkan dengan tayangan bagaimana pada suatu masa,
pasukan elit tersebut ada di garda terdepan saat terjadi bencana alam,
membantu masyarakat, dan kita, orang-orang biasa di negeri ini
terkagum-kagum; lupa bahwa membunuh itu salah. Mau lihat yang lain?
Begini, para pemimpin pasukan elit itu; jangankan mengakui ini sebagai kesalahan institusi, mengakuinya sebagai kesalahan saja tidak. Kesetiaan pada korsa kata mereka; dan terlihat seperti sebagai pengakuan atas keberha institusi.
Kawan, hari-hari ini saya melihat, negeri tempat saya berdiri adalah
negeri tempat keberhasilan bisa dinikmati bersama dan kesalahan ditebus
sendiri-sendiri. Di negeri ini, setiap permintaan maaf (seandainya ada)
selalu diikuti oleh: tetapi…. Oh…
Salam AntoniusPSK
0 comments:
Post a Comment
Silahkan dicomment ya, dan kalo ada yang mau ditanya silahkan tulis di bawah ini ^_^v