Tulisan Ku
Partai Neraka Berkampanye
Telah delapan tahun berlalu sejak aku meninggalkan Kimentur, Maret
2005 silam. Kedinginan di bawah kaki Gunung Lokon, kesejukan di bawah
pepohonan pinus dan pemandangan kebun kol dan jagung yang menyegarkan
mata kini masih terasa ketika memori Kimentur kembali. Bukit kecil ini
selalu hadir dalam kenangan tentang almamaterku, Seminari St. Fransiskus
Xaverius Kakaskasen.
Suatu ketika di pagi yang cerah setelah lonceng istirahat studi
berbunyi, aku dan beberapa teman yang baru keluar dari ruang kelas
terkejut melihat Majalah Dinding sekolah dikerumuni oleh banyak
seminaris. Tidak biasanya mading dikerumuni banyak seminaris. Ternyata
ada sebuah tulisan yang baru dipajang oleh Pater Smith. Pater asal
Belanda ini telah pulahan tahun berkarya di seminari kami. Selain
menjadi staf pengajar, beliau juga adalah editor bagi Majalah Kimentur,
sebuah majalah kumpulan hasil karya para seminaris. Jarang sekali Pater
Smith mengirim tulisan di mading. Karena itulah banyak seminaris
penasaran dengan tulisan yang baru beliau pajang itu. Pasti menarik!
Cerita yang memenuhi selembar HVS berukuran A4 itu bercerita tentang
kisah seorang politisi yang menghadap Tuhan untuk mempertanggungjawabkan
kisah hidupnya di dunia. Aku mulai membaca dengan cermat cerita itu. Suatu ketika seorang politisi sukses dari Negeri Antah Berantah meninggal karena stroke.Tuhan
mulai mengevaluasi kisah hidup sang politisi. Tuhan menyampaikan
kebanggaanNya dengan rekor politisi ini. Dia berkali-kali terpilih
sebagai wakil rakyat di Badan Legislatif Negara Antah Berantah.
Setelah mengevaluasi dan memberikan sedikit tanggapan, Tuhan
menyampaikan bahwa yang akan menentukan sang politisi masuk ke surga
atau neraka adalah sang politisi itu sendiri. Untuk itu sang politisi
diberi kesempatan tiga hari tinggal di surga dan tiga hari tinggal di
neraka. Setelah itu sang politisi akan kembali ke ruang penghakiman
untuk menyampaikan keuputusannya kepada Tuhan.
Para balatentara surga mengantarkan politisi sukses itu ke surga. Di
surga sang politisi melihat banyak keindahan. Dia teringat pada
tempat-tempat wisata di dunia yang pernah dia kunjungi. Surga begitu
indah. Tiga hari di surga pun berlalu. Dihantar oleh balatentara, sang
politisi masuk ke neraka. Di neraka dia menemukan keindahan yang tak
kalah megah dengan surga. Bahkan di neraka apapun yang dia inginkan
terpenuhi. Neraka begitu sempurna. Tiga hari di neraka akhirnya berlalu.
Sang politisi kembali ke ruang penghakiman untuk menyampaikan
keputusannya. Tuhan bertanya, “Setelah menikmati surga dan neraka selama
6 hari, engkau pasti telah memiliki sebuah keputusan. Mana yang kau
pilih, surga ataukah neraka?” Dengan yakin sang politisi menjawab,
“Neraka! Saya memilih neraka.” Tuhan menerima keputusan sang politisi
dan mempersilahkan dia kembali ke tempat pilahannya, neraka.
Ketika memasuki pintu neraka, sang politisi terkejut dengan situasi
di sana. Keindahan yang dialaminya kemarin tidak ada lagi. Kini dia
menemukan api di mana-mana. Lahar panas mengalir dan bermuara di sebuah
danau lahar. Jeritan menggema. Semua penghuni tersiksa dan menderita.
Sang politisi segera mengkomplain kepada balatentara neraka. “Dimana
keindahan yang kemarin saya lihat di sini?”, kata politisi gelisah.
Dengan senyum sombong para penghuni neraka membalas, “Kemarin itu masa
kampanye, bos.” Sang politisi tertunduk dan menyesali
keputusannya. Dia harus menikmati penderitaan di neraka yang penuh
dengan api dan lahar.
Semua kami terbahak-bahak setelah membaca kalimat terakhir di cerita
itu. Sebuah cerita fiksi yang lucu dan reflektif. Apalagi waktu itu,
negeri ini sedang menikmati masa kampanye para calon wakil rakyat
menyongsong pemilu tahun 2004. Cerita ini menjadi trending topic sepanjang hari itu. Dari ruang kelas, perpustakaan, ruang makan, ruang baca, kamar, lapangan bola, sport holl bahkan sampai ke kapel para seminaris terus membahasnya.
Fenomena pengingkaran janji-janji kampanye ketika berada di kantor
dewan oleh para politisi telah menjadi fakta yang mau tidak mau harus
dihadapi oleh rakyat negeri ini tahun demi tahun. Pemilu tahun 2014
telah bergema akhir-akhir ini. Partai politik yang telah lolos mejadi
peserta pemilu mulai mengkampanyekan janji-janji perubahan dan
kesejahterahan. Semoga rakyat Indonesia tidak bernasib sama seperti sang
politisi dari Negeri Antah Berantah tadi. Kita seharusnya sudah semakin
cerdas memilih sosok yang tepat untuk menyuarakan suara kita nanti.
Sejak saat itu, setiap kali aku menikmati kampanye di negeri ini, aku
selalu teringat akan cerita singkat itu. Teringat pada Bukit Kimentur
dan pepohonan pinus di seminari.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan dicomment ya, dan kalo ada yang mau ditanya silahkan tulis di bawah ini ^_^v