Di hampir semua kantor, pasti ada saja paling tidak satu orang yang menyebalkan. Ini sulit dihindari dan terpaksa harus diterima menjadi bagian dari
pernak-pernik dunia kerja. Tetapi… bagaimana jika orang yang dianggap
menyebalkan itu ternyata Anda sendiri? Parahnya, Anda tidak
mengetahuinya sama sekali.
Berperilaku menyebalkan mungkin tidak akan membuat Anda dipecat, tetapi bisa menjadi penghambat laju karir. Kenali delapan perilaku itu dan hindari jauh-jauh.
Berikut ini merupakan ciri - ciri orang yang menyebalkan di kantor :
1. Melangkahi otoritas
Tiap posisi mempunyai deskripsi kerja serta peran dan tanggung
jawabnya tersendiri. Sehingga, otoritas bukan hanya milik para pimpinan.
Misalnya, urusan informasi teknologi tentu merupakan ranah divisi IT.
Divisi keuangan punya otoritas segala hal terkait finance, dan seterusnya.
Untuk alasan tertentu, seseorang kerap melangkahi otoritas itu.
Mungkin maksudnya baik, yakni untuk memastikan pekerjaan selesai tepat
waktu, menyelesaikan masalah secepatnya, dan lain-lain. Tetapi jelas,
perilaku ini akan menyinggung pihak-pihak yang punya otoritas. Jika
memang harus segera diselesaikan dan divisi terkait sedang sibuk,
sementara Anda merasa punya kemampuan dalam hal itu, paling tidak
komunikasikan terlebih dahulu dengan line manager Anda.
2. Tukang Mengeluh
Hal terakhir yang ingin didengar rekan kerja Anda adalah pengakuan
terang-terangan secara terus menerus, betapa Anda membenci pekerjaan
Anda. Hampir setiap hari mengeluh beban pekerjaan terlalu banyak lah,
merasa kurang diapresiasi lah, gaji kecil lah, dan sebagainya.
Kebiasaan
ini tidak hanya akan membuat Anda dicap sebagai orang yang negatif,
tetapi juga sangat ampuh dalam merusak mood serta menjatuhkan moral orang-orang di sekitar Anda.
3. Menyelesaikan tugas dengan kualitas “seadanya”
Menyelesaikan tugas tepat waktu sangat penting, apalagi kalau
pekerjaan yang Anda lakukan berkaitan dengan pekerjaan orang lain.
Tetapi bukan berarti Anda boleh memberikan hasil kerja seadanya, yang
penting selesai. Kalau ini terjadi, kemungkinan justru membuat tugas
rekan kerja menjadi lebih berat, karena hasil kerja itu harus banyak
direvisi dan diperbaiki.
4. Sibuk sendiri dengan hal-hal di luar pekerjaan
Hentikan kebiasaan untuk chat dengan teman atau keluarga
saat jam kantor. Atau secara konstan mengurusi media sosial Anda, serta
yang lebih parah lagi, bermain game, serta sibuk lihat-lihat online
shop. Mungkin Anda merasa hal ini tidak akan berpengaruh dengan kinerja,
sebab Anda sangat ahli dalam melakukan multitasking job.
Bisa jadi demikian, dan buktinya kualitas kerja tetap terjaga meski lumayan sering chatting atau meng-update
Facebook dan Twitter. Tetapi kondisi ini bisa menyerang Anda balik. Dan
rekan-rekan kerja lain akan melihat Anda sebagai tidak profesional dan
tidak bisa diandalkan.
5. Terlalu sering meninggalkan meja
Sangat mudah untuk merasa terkungkung dan frustasi bekerja di
belakang meja seharian. Hal ini akan mendorong Anda untuk berkeliaran
keluar sebentar untuk merokok, ngopi, atau sekadar berjalan-jalan main
ke divisi lain.
Sebenarnya, ini baik karena Anda perlu break
sesaat untuk menghindari stres, dan bisa fokus lagi menyelesaikan
pekerjaan. Tetapi, jangan terlalu lama dan terlalu sering. Atur waktunya
baik-baik. Pastikan rekan Anda tahu ke mana Anda pergi, dan katakan
untuk tidak segan menghubunginya Anda kalau dibutuhkan segera.
6. “Dirty joke”
Humor selalu berhasil mencairkan suasana yang kaku, bahkan bisa
membuat hubungan menjadi harmonis. Tapi hati-hati dengan kelakar berbau
seks. Jenis humor ini bisa membuat rekan sekerja tak nyaman, meski
mereka tak mengatakannya langsung kepada Anda. Percaya deh, terlalu
sering melontarkan kelakar porno, akan membuat kolega tak mau berdekatan
dengan Anda. Kalau bisa memilih, mereka tidak akan mau berada satu tim
dengan Anda dalam proyek apa pun, tidak peduli betapa mumpuni kemampuan
Anda.
7. Aktif dalam mencari kambing hitam
Dalam bisnis, melakukan kesalahan hampir tidak dapat dihindari. Jika
hal ini terjadi dalam tim, cara paling elegan adalah berpikir untuk
mencari solusi, dan melakukan mitigasi ketimbang menyalahkan orang lain.
8. Membentuk kubu dan merasa eksklusif
Dalam interaksi social clique tidak dapat
dihindari. Tentu saja kita akan cenderung lebih dekat dengan kelompok
tertentu. Itu lumrah, namun akan menjadi bumerang jika kita merasa
superior dibanding yang lainnya. Apalagi jika terjadi konflik dan Anda
ngotot berpihak pada kubu Anda.